Lola Amaria Berdonasi untuk Palestina lewat Film Eksil, Masyarakat Antusias
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lola Amaria menggelar aksi solidaritas untuk Palestina dengan melaksanakan pemutaran film Eksil (Exile) di XXI Epicentrum, Kuningan Jakarta Selatan.
Aksi solidaritas ini tak hanya sekadar nonton bersama alias nobar film Eksil, tetapi melakukan penggalangan dana dengan cara membeli tiket dan terkumpul di angka Rp41 jutaan yang langsung masuk ke rekening resmi Bank Mandiri milik Embassy of The State of Palestine.
“Untuk malam ini total yang dibacakan tadi diangka Rp41 juta. Tapi masih terus berjalan dan tidak berhenti disini. Terpenting bagi kita, mereka sudah mau berdonasi. Bersukur sekali, banyak yang antusias untuk berdonasi membantu saudara-saudara kita di Palestrina,” kata Lola Amaria usai pemutaran film Eksil, belum lama ini.
“Mereka (Dubes Palestina) senang dengan pemutaran film Eksi ini secara bersama-sama. Mereka tahu, banyak orang Indonesia yang mensupport kemerdekaan untuk Palestina agar supaya perang ini berakhir. Saya pribadi prihatin dengan banyaknya korban akibat perang ini. Banyak korban wanita dan anak-anak sampai bayi yang meninggal dunia akibat perang ini. Saya melihatnya ini pembunuhan terhadap bayi-bayi seperti ingin menghilangkan generasi di Palestina,” ujar Lola .
Film Eksil yang menceritakan tentang khususnya para eksil atau orang-orang yang diasingkan dan tidak bisa kembali ke Indonesia akibat G30S/PKI juga menggambarkan kepedihan para eksil yang akhirnya memilih untuk berpindah kewarganegaraan, namun hatinya tetap Indonesia.
“Proses pembuatan film ini panjang dan lama sekali. Untuk bertemu dengan mereka (Para Eksil) tidak gampang. Saya dari 2013 sudah rsampai 2015. Dan ditengah perjalanan itu para narasumbernya sudah meninggal semua karena memang sudah tua semua. Karena kondisi itulah akhirnya saya nekat membawa tim saya ke Eropa selama 3 bulan untuk mengambil dan wawancara mereka semua yang ada di film ini,” ujar Lola Amaria.
“Dan setelah itu penyelesaiannya memang agak tertunda cukup lama karena ada banyak proses yang kami jalankan. Dan dengan durasi menjadi dua jam dan yang disampaikan ini sangat jelas. Film ini bukan untuk yang mengerti soal 65 (Peristiwa 1965). Tapi ini untuk generasi saya dan di bawah saya yang tiap tahun dicekoki film G30S/PKI. Itu kayaknya harus tahu dari sisi sebelahnya (Film Eksil). Dan ini yang bicara orangnya langsung yang mereka dibuang nggak boleh pulang. Mereka punya cerita yang jujur tentang itu,” kata Lola lagi.
Film Eksi memiliki durasi 119 menit dengan mengisahkan perjalanan para penyintas atau para eksil yang terbuang dari negerinya sendiri akibat peristiwa Gerakan 30 September 1965. Film Eksil ini juga sukses memenangkan film dokumenter panjang terbaik Piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI) 2023. Dari sini Lola Amaria berharap, XXI atau bioskop lainnya secepatnya memberikan ruang agar film Eksil bisa disaksikan masyarakat luas.
Aksi solidaritas ini tak hanya sekadar nonton bersama alias nobar film Eksil, tetapi melakukan penggalangan dana dengan cara membeli tiket dan terkumpul di angka Rp41 jutaan yang langsung masuk ke rekening resmi Bank Mandiri milik Embassy of The State of Palestine.
“Untuk malam ini total yang dibacakan tadi diangka Rp41 juta. Tapi masih terus berjalan dan tidak berhenti disini. Terpenting bagi kita, mereka sudah mau berdonasi. Bersukur sekali, banyak yang antusias untuk berdonasi membantu saudara-saudara kita di Palestrina,” kata Lola Amaria usai pemutaran film Eksil, belum lama ini.
“Mereka (Dubes Palestina) senang dengan pemutaran film Eksi ini secara bersama-sama. Mereka tahu, banyak orang Indonesia yang mensupport kemerdekaan untuk Palestina agar supaya perang ini berakhir. Saya pribadi prihatin dengan banyaknya korban akibat perang ini. Banyak korban wanita dan anak-anak sampai bayi yang meninggal dunia akibat perang ini. Saya melihatnya ini pembunuhan terhadap bayi-bayi seperti ingin menghilangkan generasi di Palestina,” ujar Lola .
Film Eksil yang menceritakan tentang khususnya para eksil atau orang-orang yang diasingkan dan tidak bisa kembali ke Indonesia akibat G30S/PKI juga menggambarkan kepedihan para eksil yang akhirnya memilih untuk berpindah kewarganegaraan, namun hatinya tetap Indonesia.
“Proses pembuatan film ini panjang dan lama sekali. Untuk bertemu dengan mereka (Para Eksil) tidak gampang. Saya dari 2013 sudah rsampai 2015. Dan ditengah perjalanan itu para narasumbernya sudah meninggal semua karena memang sudah tua semua. Karena kondisi itulah akhirnya saya nekat membawa tim saya ke Eropa selama 3 bulan untuk mengambil dan wawancara mereka semua yang ada di film ini,” ujar Lola Amaria.
“Dan setelah itu penyelesaiannya memang agak tertunda cukup lama karena ada banyak proses yang kami jalankan. Dan dengan durasi menjadi dua jam dan yang disampaikan ini sangat jelas. Film ini bukan untuk yang mengerti soal 65 (Peristiwa 1965). Tapi ini untuk generasi saya dan di bawah saya yang tiap tahun dicekoki film G30S/PKI. Itu kayaknya harus tahu dari sisi sebelahnya (Film Eksil). Dan ini yang bicara orangnya langsung yang mereka dibuang nggak boleh pulang. Mereka punya cerita yang jujur tentang itu,” kata Lola lagi.
Film Eksi memiliki durasi 119 menit dengan mengisahkan perjalanan para penyintas atau para eksil yang terbuang dari negerinya sendiri akibat peristiwa Gerakan 30 September 1965. Film Eksil ini juga sukses memenangkan film dokumenter panjang terbaik Piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI) 2023. Dari sini Lola Amaria berharap, XXI atau bioskop lainnya secepatnya memberikan ruang agar film Eksil bisa disaksikan masyarakat luas.
(tdy)